KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami kelompok 12 panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karna
Berkat dan Cinta Kasih-Nya kepada kelompok kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Penyusunan Makalah ini dengan baik. Dalam
makalah ini, kami kelompok 12 membahas tentang Teknik – Teknik
Manajemen Risiko.
Dalam kelompok kami membuat makalah ini, bahkan dalam usaha
untuk menyusun makalah ini, kelompok kami banyak mengalami hambatan dan
kesulitan serta kebingungan untuk menyusun makalah ini, tetapi Puji Tuhan
dengan kekompakan kelompok kami dan ada semangat untuk mampu menyelesaikan
tugas kami sebagai mahasiswa sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan baik..
Akhir kata, kami kelompok 12
berharap semoga Makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan.
Tondano, 23 September 2015 Kelompok 12
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………..………… 1
DAFTAR ISI……………………………………………………..………….. 2
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang……………………………………………..….…
3
2. Tujuan……………………………………………………….....…3
BAB II PEMBAHASAN
A. Alternatif Manajemen
Risiko………………………………….….. 5
1. Eksponsur Dan
Pengendalian Manajemen Risiko…………..... 5
2. Penghindaran
Risiko…………………………………….….… 6
3. Penahanan
Risiko…………………………………………..…..7
4. Pengalihan Risiko………………………………………….….
9
B. Keputusan Memilih
Alternatif Manajemen Risiko…………….….11
C. Pengendalian
Risiko……………………………………….………13
1. Teori
Domino……………………………………………….... 13
2. Rantai
Risiko……………………………………………….…14
3. Fokus Dan Timing
Pengendalian Risiko………………….…..15
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan…………………………………………………..… 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Risiko berhubungan
dengan ketidakpastian ini terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup
informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain)
dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian
yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang
(opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan
disebut dengan istilah resiko (risk). Dalam beberapa tahun terakhir, manajemen
resiko menjadi trend utama baik dalam perbincangan, praktik, maupun pelatihan
kerja. Hal ini secara konkret menunjukkan pentingnya manajemen resiko dalam
bisnis pada masa kini.
Secara umum resiko
dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan
di mana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang
dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar, dan walaupun mengalami
kerugian sangat kecil sekali. Misalnya membeli lotere. Jika beruntung maka akan
mendapat hadiah yang sangat besar, tetapi jika tidak beruntung uang yang
digunakan membeli lotere relatif kecil. Apakah ini juga tergolong resiko?
Jawabannya adalah hal ini juga tergolong resiko. Selama mengalami kerugian
walau sekecil apapun hal itu dianggap resiko.
Tujuan Pembuatan
Makalah
·
Untuk mengetahui apa alternatif
manajemen risiko
·
Untuk mengetahui keputusan memilih
alternatif manajemen risiko
·
Untuk mengetahui pengendalian risiko.
BAB II
PEMBAHASAN
Teknik – Teknik Manajemen Risiko
Pak
Joko baru saja membeli mobil BMW baru seri 7 yang berharga Rp1,5 miliar. Dia
sangat khaatir jika terjadi sesuatu dengan mobil barunya, seperti kecelakaan
yang bisa membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk perawatannya, atau dicuri
yang membuat dia mengalami kerugian besar. Kemungkinan seperti itu kelihatannya
tidak terlalu besar, karena dia sudah berhati-hati. Tetapi jika terjadi,
kerugian yang akan ditanggung sangat besar. Pak Joko memutuskan untuk membeli
asuransi yang mencakup pencurian dan kecelakaan.
PT.Kelana
merupakan perusahaan taksi dengan armada taksi sekitar 200 mobil. Sebagai
bagian dari operasi taksi, PT.Kelana menghadapi risiko seperti kecelakaan
mobil, tabrakan kecil, pencurian bagian mobil(misal spion). PT.Kelana
memutuskan untuk menahan atau menanggung risiko tersebut (risk retention).
PT.Kelana memutuskan untuk tidak membeli asuransi untuk mengcover risiko
tersebut. Sebagai gantinya, PT.Kelana mencadangkan dana sebesar tertentu secara
periodik (1% dari total penjualan tahunan) yang bisa dipakai untuk mendanai
kerugian jika risiko tersebut muncul (misal memperbaiki mobil yang rusak karena
kecelakaan). PT.Kelana juga membuat aturan dan prosedur yang ketat untuk menekan
kemungkinan munculnya risiko tersebut. Misal melalui training terhadap
pengemudi taksi (memarkir di tempat yang aman , tidak boleh ngebut, dan
sebagainya.
Jika
suatu organisasi menghadapi risiko, alternatif apa saja yang bisa dilakukan
oleh organisasi? Bab ini membicarakan beberapa alternatif untuk mengelola
risiko. Ilustrasi di atas menunjukan beberapa alternatif pengelolaan risiko
yang bisa diambil. Pak Joko memutuskan untuk membeli asuransi (mentransfer
risiko ke pihak lain). Sementara PT.Kelana memutuskan untuk menanggung sendiri
(menahan, atau risk retention) risiko yang dihadapinya. PT Kelana juga
melakukan pengendalian risiko (risk control) melalui program pelatihan terhadap
pengemudinya untuk mengurangi kemungkinan risiko tersebut.
Beberapa
alternatif bisa dipilih untuk mengelola risiko yang dihadapi, yaitu :
1. Pengihdaran
risiko (Risk avoidance)
2. Pengendalian
risiko (Risk control)
3. Penanggungan
atau penahanan risiko(Risk retention)
4. Pengalihan
risiko (Risk transfer)
Organisasi bisa memilih salah satu alternatif
tersebut atau menggabungkan beberapa alternatif di atas. Jika memilih untuk
menggunakan beberapa alternatif, maka organisasi harus menentukan kombinasi
alternatif pengelolaan risiko yang optimal.
A.
Alternatif
Manajemen Risiko
1.
Eksponsur
Risiko Dan Pengendalian Manajemen Risiko
Pengendalian
risiko mempunyai peranan penting dalam manajemen risiko. Eksposur terhadap
risiko yang tinggi, jika diimbangi dengan pengendalian risiko yang baik, akan
mengurangi atau meminimalkan risiko yang dihadapi oleh perusahaan seperti yang
terlihat pada tabel berikut ini.
Hasil
Penilaian Predikat
Risiko
Komposit
|
Risiko
Inheren
|
|||
Low
|
Moderate
|
High
|
||
Sistem
Pengendalian
Risiko
|
Wenk
|
Low to
Moderate
|
Moderate to high
|
High
|
Acceptable
|
Low
|
Moderate
|
High
|
|
Straig
|
Low
|
Moderate to
Low
|
High to
moderate
|
Tabel
di atas nenunjukkan bahwa profil risiko ditentukan oleh dua hal :
1. Risiko
Intern, dan
2. Sistem
pengendalian risiko
Sebagai
ilustrasi, misalkan ada perusahaan Indonesia yang begerak di bidang konstruksi
(kontraktor). Perusahaan tersebut ditawari pekerjaan di Irak (TAHUN 2008, Irak
masih di bawah pendudukan Amerika Serikat, banyak serangan bom dari
pemberontak). Bagaimana evaluasi eksposur risiko tersebut? Risiko inheren yang
dihadapi perusahaan tersebut, jia beroperasi di Irak, adalah sangat besar.
Mereka bisa kena serangan bom, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Karena itu risiko inheren perusahaan tersebut masuk dalam kolom High. Bagaimana
dengan sistem pengendalian risikonya? Sebagai perusahaan kontraktor yang tidak
mempunyai pengalaman dalam perang atau menghadapi serangan bersenjata, sistem
pengendalian risiko perusahaan tersebut bisa dikatakan lemah (baris pertama).
Gabungan dari risiko inheren tinggi dengan sistem pengendalian risiko rendah
menghasilkan profil risiko yang tinggi. Untuk perusahaan tersebut, strategi
yang optimal barangkali tidak mengambil tawaran tersebut.
Sebagai ilustrasi lain, misal ada
perusahaan keamanan profesional dari Amerika Serikat, yang juga menyediakan
jasa tentara bayaran. Perusahaan tersebut memperoleh tawaran pekerjaan di Irak.
Bagaimana evaluasi terhadap profil risiko tawaran tersebut? Sama seperti di
atas, risiko inheren yang dihadapai oleh perusahaan tersebut sangat besar.
Mereka bisa kena serangan bom setiap saat. Bagaimana dengan sistem pengendalian
risikonya? Karena perusahaan keamanan yang profesional, mempunyai tentara
bayaran yang terlatih, sistem pengendalian mereka terhadap risiko perang cukup
baik. Misalkan sistem pengendalian risiko mereka masuk dalam kategori strong
(kuat). Gabungan dari risiko inheren yang tinggi dengan sistem pengendalian
risiko yang kuat adalah profil risiko moderate in high. Strategi yang optimal
barangkali adalah mengambil tawaran tersebut, dan memperoleh keuntungan dari
tawaran tersebut. Risiko yang dihadapi sangat tinggi, tetapi pengendalian
risiko yang kuat bisa mengoptimalkan profil risiko yang dihadapi.
2.
Penghindaran
Risiko
Jika memungkinkan, risiko yang tidak
perlu, risiko yang bisa dihilangkan tanpa ada pengaruh negatif terhadap pencapaian
tujuan, bisa dihindari. Misalkan saja perusahaan mempunyai dua pilihan untuk
gudangnya, satu di daerah rawan banjir, yang lainnya di daerah aman banjir.
Jika segala sesuatunya sama (misal harga sewanya sama), perusahaan seharusnya
memilih gedung yang di daerah aman banjir. Dalam kebanyakan situasi, risiko
tidak bisa dihindari. Perusahaan secara sengaja melakukan aktivitas bisnis
tertentu untuk memperoleh keuntungan. Dalam melakukan aktivitas bisnis
tersebut, perusahaan menghadapi risiko yang berkaitan dengan aktivitas
tersebut. Karena itu risiko semacam itu tidak bisa dihindari.
3.
Penahanan
Risiko
Alternatif lain dari manajemen risiko
adalah perusahan menanggung sendiri risiko yang muncul (menahan risiko tersebut
atau risk retention). Jika risiko benar-benar terjadi, perusahaan tersebut
harus menyediakan dana untuk menanggung risiko tersebut.
Contoh taksi PT Kelana pada bagian awal
bab ini menunjukkan bahwa PT Kelana memilih untuk menahan risiko operasi
kendaraannya. Dalam contoh tersebut PT Kelana secara sadar merencanakan untuk
menahan risiko tersebut.
a.
Penahanan yang direncanakan dan yang
tidak direncanakan
Penahanan
risiko bisa terjadi secara terencana dan tidak terencana. Jika suatu perusahaan
mengevaluasi risiko-risiko yang ada, kemudian memutuskan untuk menahan sebagian
atau seluruh risiko, maka perusahan tersebut menahan risiko dengan terencana.
Pada situasi lain, perusahaan tidak sadar akan adanya risiko yang dihadapinya.
Perusahaan tidak melakukan apa-apa. Dalam situasi tersebut perusahaan menahan
risiko dengan tidak terencana. Sebagai contoh, suatu perusahaan membuat produk
tertentu. Tapi perusahaan tersebut tidak menyadari baha produk tersebut bisa
memunculkan risiko gugatan oleh konsumen terhadap perusahaan. Perusahaan secara
tidak terencana menahan risiko gugatan tersebut.
b. Pendanaan risiko yang ditahan
Risiko
yang ditahan bisa didanai dan bisa juga tidak didanai. Jika perusahaan tidak
menetapkan pendanaan yang khusus ditujukan untuk mendanai risiko tertentu, jika
risiko tersebut muncul, maka risiko tersebut tidak di danai. Dalam beberapa
situasi, alternatif tersebut merupakan pilihan yang masuk akal. Sebagai contoh,
supermarket tidak mendanai risiko pencurian oleh pembeli supermarket.
Supermarket tersebut beranggapan baha pencurian oleh pembeli merupakan bagian
dari bisnis supermarket sehingga tidak perlu pendanaan yang khusus. Pencurian
tersebut bisa dimasukkan ke dalam biaya operasional. Tetapi jika kerugian yang
timbul akibat risiko tersebut sangat besar, maka perusahaan bisa mengalami
kesulitan jika harus membiayai kerugian tersebut.
Dalam
situasi tersebut, perusahaan bisa mendanai risiko tersebut. Pendanaan bisa
dilakukan melalui beberapa cara, seperti menyisihkan dana cadangan, selfinsurance,
dan captive insurers.
·
Dana
Cadangan
Perusahaan
menyisihkan dana tertentu secara periodik yang ditujukan untuk membiayai
kerugian akibat dari risiko tertentu. Dalam contoh di bagian awal, PT Kelana
menyisihkan dana sebesar 1% dari pendapatan untuk membiayai kerugian akibat
kecelakaan mobil taksinya. Yang perlu diperhatikan adalah persoalan
akuntansinya, yaitu apakah memungkinkan atau tidak, jika memungkinkan bagaimana
aturan dan nama rekening untuk dana cadangan kerugian semacam itu. Perusahaan
bisa juga menyiapkan dana cadangan dalam bentuk memegang aset yang likuid
(misal kas) yang disiapkan untuk membiayai kerugian jika risiko terjadi.
Perusahaan jug abisa membangun akses ke pasar keuangan yang baik sehingga jika
terjadi kerugian , perusahaan bisa memperoleh dana dari pasar keuangan,
meskipun biasanya bank tidak memberikan pinjaman untuk kerugian akibat
terjadinya risiko (misal akibat kebakaran)
·
Self-insurancedan Captive Insurers
Pengelolaan
dana cadangan bisa ditingkatkan lagi menjadi semacam asuransi untuk internal
perusahan sendiri (self-insurance). Meskipun
da keberatan karena istilah self-insurancedi
sini tidak mengindikasikan adanya transfer risiko ke pihak luar. Risiko masih
berada di perusahaan. Dengan self-insurance, perhitungan dilakukan lebih teliti
untuk menentukan berapa besarnya premi yang harus disisihkan, berapa besarnya
tanggungan yang bisa diberikan. Kerugian yang terjadi lebih besar dari
tanggungan maksimum, bisa dialihkan ke pihak luar (misal diasuransikan).
Self-insurance bisa dilakukan jika (1) eksposur di perusahaan cukup besar,
sehingga skala ekonomisnya bisa tercapai, (2) Risiko bisa diprediksi dengan
baik.
Captive
insurer dilakukan dengan mendirikan anak perusahaan asuransi yang menjadi
bagian dari perusahaan. Risiko dalam perusahaan bisa diasuransikan ke captive
insurer tersebut. Captive insurer tersebut juga bisa menjual asuransi ke pihak
eksternal (perusahaan lain). Timbul pertanyaan apakah manfaat captive insurers
semacam itu, karena risiko tidak di transfer ke pihak luar? Risiko masih di
tanggung sendiri oleh perusahaannya. Ada beberapa alasan kenapa captive
insurers menjadi menarik, diantaranya: (1) di beberapa negara, perlakuan pajak
sedemikian rupa sehingga mnguntungkan
untuk membuat captive insurers (pajak bisa dibayarkan lebih kecil), (2) kontrak
asuransi menjadi lebih fleksibel karena praktis berurusan dengan pihak internal.
Kadang-kadang manajer captive insurers sekaligus menjadi manajer risiko
perusahaan.
Dalam
hal ini, asimetri informasi dan problem keagenan yang terjadi antara pihak
internal dengan eksternal bisa dihilangkan. Sebagai premi yang dibayarkan tidak
akan lebih mahal dibandingkan dengan kalau membeli asuransi dari pihak luar.
4.
Pengalihan
Risiko
Alternatif
lain dari manajemen risiko adalah memindahkan risiko ke pihak lain (mentransfer
risiko ke pihak lain). Pihak lain tersebut basanya mempunyai kemampuan yang
lebih baik untuk mengendalikan risiko, baik karena skala ekonomi yang lebih
baik sehingga bisa mendiversifikasikan risiko lebih baik, atau karena mempunyai
keahlian untuk melakukan manajemen risiko lebih baik. Risk transfer bisa
dilakukan melalui beberapa cara :
1.)
Asuransi
Asuransi
merupakan metode transfer risiko yang paling umum, khusunya untuk risiko murni
(pure risk). Asuransi adalah kontrak perjanjianantara yang diasuransikan
(insured) dan perusahan asuransi (insurer), dimana insurer bersedia memberikan
kompensasi atas kerugian yang dialami pihak yang diasuransikan, dan pihak
pengasuransi (insurer) memperoleh premi asuransi sebagai balasannya.
Empat
hal diperlukan dalam transaksi asuransi : (1) perjanjian kontrak, (2)
pembayaran premi, (3)tanggungan (benefit) yang dibayarkan jika terjadi kerugian,
seperti yang disebutkan dalam kontrak, dan (4) penggabungan (pool) sumber daya oleh perusahaan
asuransi yang diperlukan untuk membayar tanggungan.
Bisnis
asuransi didasarkan pada prinsip mengumpulkan (pool) sumber daya, bukannya menggumpulkan risiko. Melalui premi
yang diterima oleh perusahaan asuransi, perusahaan bisa mengumpulkan sumber
daya, sehingga bisa memperkecil probabilitas tidak bisa memenuhi kewajibannya.
Penggabungan resiko untuk memperkecil probabilitas ketidakmampuan membayar
kewajiban masyarakat hubungan yang rendah (atau negatif) sehingga risiko
tersebut akan saling menghilankan. Penggabungan risiko semacam itu merupakan
prinsip diversifikasi, bukannya asuransi.
Risiko
yang bisa ditanggung oleh asuransi cukup beragam. Berikut ini beberapa contoh
risiko-risiko tersebut: (1) Risikokecelakaankerja, (2) Risiko kematian, (3)
Risiko tabungan tidak terbayar oleh bank (asuransi deposito), (4) Risiko
kebakaran atau kerusakan property.
2.) Hedging
Hedging atau
lindung nilai pada dasarnya mentransfer risiko kepada pihak lain yang lebih
bisa mengelola risiko lebih baik melalui transaksi instrument keuangan. Sebagai
contoh, perusahaan Indonesia mempunyai kewajiban untuk membayar cicilan utang
dalam dolar AS tiga bulan mendatang. Perusahaan tersebut menghadapi risiko
turunnya nilai rupiah terhadap dolar AS, atau naiknya nilai dolar AS terhadap
rupiah. Jika hal tersebut terjadi, maka perusahaan tersebut harus menyediakan
rupiah yang lebih banyak, dan bisa menyebabkan perusahaan tersebut mengalami
kesulitan keuangan (ingat kasus perusahaan Indonesia yang mempunyai utang dalam
dolar, kemudian bangkrut ketika rupiah jatuh nilainya terhadap dolar pada saat
krisis ekonomi tahun 1997)
Untuk menghindari risiko turunnya nilai
rupiah terhadap dolar, perusahaan tersebut bisa melakukan hedging dengan beberapa cara, misal membeli kontrak (forward $ atau futures $ dengan posisi long. Forward
$ atau Futures dolar merupakan
instrument keuangan yang dinamakan instrument derivatif. Strukturpay-off dari instrument derivative
berodolar forward atau futures $ long adalah sedemikian rupa jika rupiah melemah terhadap dolar maka
pemilik kontrak tersebut akan memperoleh keuntungan. Keuntungan tersebut bisa
dipakai untuk mengkompensansi kerugian dari posisi awalnya (kewajiban untuk
menyediakan dolar tiga bulan mendatang).
Dengan demikian cara kerja hedging mirip dengan asuransi, yaitu
jika kita rugi karena risiko tertentu, kita memperoleh kompensasi dari kontrak
lainnya. Jika diasuransi, asuransi diberikan oleh perusahaan asuransi.
Sedangkan untuk hedging dengan
instrument derivatif, kompensasi diberikan oleh pihak lain (counter party) yang menjual kotrak
derivatif tersebut.
3.) Incorporated
Incorporated atau
membentuk perseroan terbatas merupakan alternatif transfer risiko, karena
kewajiban pemegang saham dalam perseroan terbatas hanya terbatas pada modal
yang disetorkan. Kewajiban tersebut tidak akan sampai kekayaan pribadi. Secara
efektif, sebagian risiko perusahaan ditransfer kepihak lain, dalam hal ini
biasanya kreditur (pemegang utang). Jika perusahaan bangkrut, maka pemegang
saham dan pemegang utang akan menanggung risiko bersama, meskipun dengan tingkatan
yang berbeda.
Pemegang
utang biasanya mempunyai prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pemegang saham. Misalkan perusahaan bangkrut, asetnya dijual, hasil penjualan
asset tersebut akan diberikan kepada pemegang utang. Jika masih ada sisa,
pemegang saham baru bisa memperoleh bagiannya. Tetapi kewajiban pemegang saham
tidak akan sampai pada harta pribadinya. Secara umum, mekanisme semacam itu
yang terjadi, meskipun dalam situasi khusus, kewajiban pemegang saham
bisasampai kekekayaan pribadinya.
4. Teknik Lainnya
Selain
teknik transfer risiki yang disebutkan diatas, ada banyak teknik transfer
risiko lainnya. Berikut ini bebesrapa contoh bagaimana teknik transfer risiko
bisa digunakan dalam situasi tertentu. Misal perusahaan penjual computer notebook ingin menghindari risiko
perusahaan kurs. Biasanya computer notebook
diimpor atau banyak komponennya yang diimpor dari luar negeri. Jika harga
ditetapkan dalam rupiah ,maka harga akan berfluktusi mengikuti perusahaan kurs.
Jika rupiah melemah terhadap dolar, maka harga notebook akan naik, dan sebaliknya. Fluktuasi harga tersebut membuat
ketidakpastian menjadi tinggi. Penjual computer notebook biasanya mentransfer risiko perusahaan kurs kepembeli
dengan cara menetapkan harga notebook dalam
dolar AS rupiah.
B.
Keputusan
Memilih Alternatif Manajemen Risiko
Secara
umum jika risiko mempunyai frekuensi yang sering dengan severity yang rendah, maka alternatif risiko ditahan merupakan
alternatif yang paling optimal. Jika risiko mempunyai frekuensi yang kecil
tetapi mempunyai severity yang besar,
maka alternatif ditransfer merupakan alternatif yang optimal. Jika frekuensi
dan severity tinggi, maka perusahaan
bisa berpikir untuk menghidari risiko tersebut. Tabel berikut ini meringkaskan
alternatif risiko tersebut.
Tabel
13.1 AlternatifManajemenRisiko
Frekuensi
(Probabilitas)
|
Severity (Keseriusan)
|
Teknik yang
Dipilih
|
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
|
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
|
Ditahan
Ditahan
Ditransfer
Dihindari
|
Beberapa
ilustrasi bisa diberikan disini. Risiko kecelakaan mobil dari perspektif
individu mempunyai ciri frekuensi rendah, dengan tingkat severity yang tinggi. Untuk risiko semacam itu, alternatif
ditransfer merupakan alternatif yang optimal. Karena itu akan lebih jika
individu membeli auransi kecelakaan mobil dibandingkan menahan risiko tersebut.
Risiko kebakaran atau terkena serangan badai mempunyai ciri frekuensi rendah
dengan severity yang tinggi. Untuk
jenis risiko tersebut, alternatif transfer risiko merupakan alternatif yang
optimal.
Tentunya
besar kecil severity dan frekuensi
bersifat relatif, tergantung dari sudut pandang tertentu. Sebagai contoh,
kerugian sebesar Rp 1 miliar bagi perusahaan kecil akan terlihat sangat besar,
tetapi bagi perusahaan besar, angka tersebut merupakan angka yang kecil.
Disamping itu, alternatif-alternatif tersebut tidak saling menghilangkan.
Perusahaan bisa menggunakan kombinasi alternatif risiko. Sebagai contoh,
perusahaan mengasuransikan kerugian dari kebakaran diatas angka Rp 1 miliar.
Dibawah angka tersebut, perusahaan bersediah menanggung (menahan) risiko
tersebut. Perusahaan berarti menggunakan alternatif menahan dan sekaligus
mentransfer risiko.
Disamping
itu, penggunaan alternatif-alternatif tersebut perlu dilengkapi dengan
pengendalian risiko. Pengendalian risiko berkaitan dengan alternatif-alternatif
risiko seperti terlihat berikutini. Untuk alternatif menahan risiko, maka
pengendalian risiko menjadi penting dilakukan. Pengendalian risiko yang baik
bisa memperkecil risiko, sehingga alternatif menahan risiko menjadi lebih
layak. Untuk alternatif mentransfer risiko, pengendalian risiko bisa menurunkan
harga yang dibayar untuk mentransfer
risiko tersebut. Sebagai contoh, perusahaan bisa mencoba mengendalikan risiko
kebakaran bangunan dengan jalan memasang alarm kebakaran dan tabung pemadam
kebakaran dibangunan tersebut. Jika hal tersebut dilakukan, premi untuk
asuransi kebakaran bisa diturunkan. Bagian berikut ini membicarakan
pengendalian risiko.
C.
Pengendalian
Risiko
Untuk
risiko yang tidak bisa dihindari, organisasi perlu melakukan pengendalian
risiko. Dengan menggunakan dua dimensi, probabilitas dan severity, pengendalian risiko bertujuan untuk mengurangi
probabilitas munculnya kejadian, mengurangi tingkat keseriusan (severity), atau keduanya.
Agar
bisa mengendalikan risiko lebih baik, pemahaman terhadap karateristik risiko
diperlukan. Dalam upaya memahami risiko tersebut ada beberapa teori yang ingin
menelusuri penyebab munculnya risiko. Dua teori dibicarakan dalam bagian ini
yaitu teori domino dan teori rantai risiko (lihat juga Bab 4 mengenai
identifikasi dan pengukuran risiko).
1. Teori Domino (Heinrich, 1959)
Menurut
teori ini, kecelakaan bisa dilihat sebagai urutan tahap seperti digambarkan
dalam kartu domino berikut ini. Jika satu kartu jatuh, maka akan mendorong
kartu kedua jatuh, dan seterusnya sampai kartu domino terakhir jatuh (ingat
permainan merubuhkan deretan kartu domino
Bagan
13.1 Kartu Domino
Lingkugan & Kesalahan Tindakan yang
Fisik yang rentan
(physical hazard)
Ada lima tahap yang merupakan rangkaian kecelakaan, yaitu :
1.
Lingkungan sosial dan
faktor bawaan yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu (misal mempunyai
temperamen tinggi sehingga gampang marah)
2.
Personal fault
(kesalahan individu), dimana individu tersebut tidak menpunyai respon yang
tepat (benar) dalam situasi tertentu
3.
Unsafe act or physical
hazard (tindakan yang berbahaya atau kondisi fisik yang berbahaya)
4.
Kecelakaan
5.
Cidera.
Sebagai
contoh adalah kecelakaan kerja yang di alami seseorang. Misalkan orang itu
mempunyai temperamen tinggi karena tumbuh dewasa di lingkungan keras ( factor
pertama). Kemudian orang tersebut tidak mendengarkan saran orang lain atau
tidak suka memperhatikan kondisi sekitarnya (factor kedua). Kemudian orang
tersebut bekerja di lingkungan mesin atau bangunan yang rentan terhadap
munculnya resiko kecelakaan kerja (factor ketiga). Tiga factor tersebut cukup
potensial untuk memmunculkan terjadinya kecelakaan. Misalkan kecelakaan terjadi, dan orang tersebut ( dan barangkali orang
lain di sekitar) mengalami cidera.
2. Rantai Risiko (Risk Chain)
Menurut
Mekhofer, 1987 ,risiko yang muncul bias di pecah kedalam beberapa komponen :
1. Hazard (kondisi
yang mendorong terjadinya risiko)
2. Lingkungan
di mana hazard tersebutberada
3. Interaksi
antara hazard dengan lingkungan
4. Hasil
dari interaksi
5. Konsekuensi
dari hasil tersebut
Sebagai
contoh, di gudang yang banyak bahan mudah terbakar (missal kertas) terdapat kompor dengan
menggunakan minyak tanah. Gudang adalah lingkungannya, sedangkan kompor
tersebut adalah hazard. Kompor dengan
menggunakan minyak tanah meningkatkan resiko kebakaran (hazard). Interaksi antar gudang dengan kompor didalamnya akan
semakin meningkatkan resiko kebakaran, sehingga suatu saat terjadi kebakaran
(factor keempat). Konsekuensi dari kebakaran tersebut adalah kerugian yang
sangat signifikan
Dengan
melihat komponen resiko tersebut, manajer resiko bias mnegatasi resiko malalui
cara menghilangkan hazard. Dalam
contoh diatas, kompor minyak tanah bias di ganti dengan kompor listrik. Lingkungan bias di buat lebih tahan terhadap
munculnya resiko, misalnya dengan menyingkirkan bahan-bahan yang mudah
terbakar. Dengan kompor listrik dan lingkungan yang bersih dari bahan yang
mudah terbakar, interaksi antara keduanya menjadi lebih kecil kemungkinan untuk
terjadi. Konsekuensi dari hasil ( kebakaran dalam hal ini ) yang berupa
kerugian bias dikurangi missal dengan membuat tembok lebih tahan api., sehingga
kebakaran pada ruang tersebut tidak akan mudah menjalar keruang lainnya.
3. Fokus dan Timing PengendalianResiko
a.
Focus PengendalianResiko
Pengendalian
resiko bisa difokuskan pada usaha mengurangi kemungkinan (probability), munculnya resiko dan mengurangi keseriusan (severity), konsekuensi resiko tersebut. Sebagai contoh
mengganti kompor minyak tanah dengan kompor listrik bisa mengurangi kemungkinan
mengurangi resiko kebakaran. Memakai peralatan pengaman selama bekerja bisa
mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja.
Sebaliknya,
memasang alat pemadam kebakaran di gedung merupakan suatu usaha untuk
mengirangi keseriusan resiko. Perhatikan bahwa alat pemadam kebakaran tidak
mencegah terjadinya kebakaran, tetapi kebakaran bisa dengan cepat di padamkan,
sehingga kerugian akibat kebakaran tersebut bisa diminimalkan. Memasang airbag (kantong udara) di mobil merupakan contoh
untuk mengurangi severity kecelakaan
mobil. Perhatikan bahwa kantong udara tersebut tidak mencegah terjadinya
kecelakaan.
Pemisahan
(separation) dan duplikasi (duplivation) merupakan dua bentuk umum
metode untuk mengurangi keseriusan resiko. Contoh pemisahan adalah menyebar
operasi perusahaan, sehingga jika terjadi kecelakan kerja, karyawan yang
menjadi korban akan terbatas. Contoh lain ,perusahaan mempunyai aturan direktur
utama dan wakil direktur tidak boleh berada pada satu pesawat terbang. Jika
terjadi kecelakaan pada salah satu pesawat terbang, maka yang lain masih bisa
hidup dan menggantikan yang lainnya. Duplikasi dilakukan dengan cara menyimpan
produk yang serupa atau mirip di temapat
yang terpisah. Sebagai contoh, kita barangkali akan menyimpan fike di bebrapa tempat, di hard-disk FC kita di kantor, di hard-disk
note book kita , dan flash disk atau
CD. Jika salah satu file mengalami
kerusakan atau serangan virus, file di
tempat lain masih bisa di selamatkan.
Tentunya
kita bisa menggunakan metode untuk mengurangi kemungkinan munculnya resiko
dengan pengurangan severity secara
bersamaan. Sebagai contoh, dokter ahli bedah belajar metode baru dalam
pembedahan yang lebih canggih dan lebih aman.Dengan metode baru tersebut,
dokter tersebut bisa mengurangi probabilitas terkena risiko digugat akibat
mal-praktik, dan juga sekaligus menurunkan severity
tuntutan jika risiko gugatan terjadi.
b. Timing Pengendalian Risiko
Dari sisitiming (waktu) , pengendalian risiko bisa dilakukan sebelum,
selama, dan sesudah resiko terjadi. Sebagai contoh, perusahaan bisa melakukan timing untuk karyawanya mengenai
peraturan, prosedur, dan teknik untuk menghindari kecelakaan kerja. Karena
aktifitas tersebut dilakukan sebelum terjadinya kecelakaan kerja, maka
aktivitas tersebut merupakan aktivitas sebelum resiko terjadi.
Pengendalian risiko juga bisa
dilakukan pada saat terjadinya resik. Sebagai contoh, kantong udara pada mobil
secara otomatis akan mengembang jika terjadi kecelakaan. Pengendalian resiko
bisa juga di lakukan setelah resiko terjadi. Sebagai contoh, perusahaan bisa
mengelola analisisa dari bangunan yang terbakar, atau memperbaiki mobil.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Untuk
risiko yang tidak bisa dihindari, organisasi perlu melakukan pengendalian
risiko. Dengan menggunakan dua dimensi, probabilitas dan severity, pengendalian risiko bertujuan untuk mengurangi
probabilitas munculnya kejadian, mengurangi tingkat keseriusan (severity), atau keduanya.
Agar
bisa mengendalikan risiko lebih baik, pemahaman terhadap karateristik risiko
diperlukan. Dalam upaya memahami risiko tersebut ada beberapa teori yang ingin
menelusuri penyebab munculnya risiko. Dua teori dibicarakan dalam bagian ini
yaitu teori domino dan teori rantai risiko (lihat juga Bab 4 mengenai
identifikasi dan pengukuran risiko).
DAFTAR
PUSTAKA
·
Buku Manajemen Risiko